Wednesday, August 1, 2012

Edisi Kangen Kampus

Hari Minggu kemarin, tepat tanggal 29 Juli 2012, aku memenuhi hasratku untuk melihat semua hal yang telah aku tinggalkan. Dalam hal ini, aku ada sebuah keperluan untuk menyampaikan pesan seorang kakak tingkat, singkat cerita aku sangat senang masih bisa menatap semua hal yang dulu pernah aku lalui di sana.
Sebenarnya tepat hari itu juga, sesampai di rumah, ingin aku langsung menuliskan betapa aku bahagia karena aku telah mampu mengobati rasa rinduku terhadap kampusku tercinta, MIPA Universitas Brawijaya Malang.
Namun karena sesuatu hal, aku baru bisa menorehkan kisahku malam ini, setelah sholat tarawih tentunya, moment yang hanya satu bulan dalam setahun, sangat langka menurutku.
Baiklah, aku ingin membagi kisah ini kepada semua orang yang pernah merasakan betapa bahagianya menjadi seorang pelajar yang hanya bertugas untuk belajar. Karena kini yang aku tahu, ujian kehidupan lebih rumit daripada ujian skripsi yang mampu membuat bergadang dan tak enak makan, aku pernah mengalaminya.


Gedung jurusan yang berdiri dengan kokohnya, seingatku saat aku menjadi maba pada tahun 2006, gedung ini baru selesai dibangun. Setelah enam tahun kemudian, banyak yang berubah, tentu saja berubah menjadi lebih baik. Ada tiga lantai di sana, sayangnya aku tak bisa masuk karena hari libur, pastilah dikunci.
Lantai pertama, berisikan kelas dan beberapa laboratorium komputer. Menginjak lantai dua, ruangan para dosen, betapa aku pernah seharian duduk di lorong-lorongnya hanya demi menunggu dosen, untuk skripsi. Aku ingat masa-masa itu, masa yang akan selalu aku rindukan karena aku tak akan mampu mengulangnya.
Lalu lantai tiga, itu merupakan aula, tempat wisuda. Aku pernah duduk pada barisan para wisudawan dan wisudawati satu tahun yang lalu. Dengan beban sakit kepala karena sejak shubuh sudah berdandan, lengkap berserta jilbab yang seakan mengikat leherku dengan ketat, sungguh tersiksa, aku rasa itu pengalaman yang menyenangkan karena tepat di depan gedung itu seseorang tengah menungguku, indahnya.



Ini hutan MIPA, dulunya tempat makan kami, tempat favorit saat masih maba. Lalu digusur begitu saja, berganti menjadi tempat parkir yang begitu lapang. Para penjualnya entah berpencar kemana, padahal makanan favoritku di sana adalah lalapan, ada cilok juga, benar-benar makanan yang enak bagi para mahasiswa berkatong tipis seperti aku, yang masih minta orang tua kala itu.



Itu pintu masuk Fakultas dari arah samping, banyak yang berubah, pagarnya semakin rapat saja. Dulu, saat pertama kali aku menjadi penghuninya, tidak seperti ini. Pagar-pagar itu baru berdiri dengan kokohnya sekitar satu tahun terakhir sebelum aku hengkang dari sana.
Seakan semua telah berganti masa, masa dimana mahasiswa bisa menginap di kampus pun semakin pudar. Aku termasuk beruntung karena pernah beberapa kali menginap untuk sebuah kegiatan teater, Teater Bothak Kampus. Seperti yang aku bilang tadi, semua telah berganti masa, termasuk organisasi kecintaanku itu. Pernah menjadi jaya di MIPA, itu kata beberapa alumni. Aku harap, aku mampu melihat kejayaan itu kembali meskipun aku sudah tak banyak berkiprah di dalamnya.
Fakultas ini ada dua lantai, aku bersama teman-teman yang lain tidak pernah melewatkan sesi foto-foto narsis saat menunggu dosen datang mengajar. Hingga mungkin album foto di kampus sangat mendominasi isi folder di laptopku.


Tempat berbagi contekan, gazebo MIPA. Tentu saja sepi, aku datang saat hari libur. Sudah bisa dibayangkan, jika sedang hari aktif kuliah, sangat sulit menemukan tempat duduk di sana. Tempat yang menyisahkan banyak kenangan, tentang canda dan tawa, tentang acara diskusi bahkan berbagi contekan, mahasiswa.
Hanya itu yang mampu aku ceritakan tentang kampusku, tempat yang sangat aku rindukan. Ingin aku mengulang hari-hari yang telah lewat, bangun dipagi buta, bergegas mengendarai motor menuju kampus. Berbicara saat dosen sedang mengajar di kelas, semuanya terasa baru kemarin.
Baiklah, semua memang ada masanya. Masaku menjadi mahasiswa telah usai, saatnya mengejar mimpi dan melanjutkan perjalanan hidup.
Ujian di bangku perkuliahan memang sangat memeras otak, namun ujian kehidupan mampu membawa kita pada sebuah pandangan hidup yang lain, bahwa kita berjalan maju.



No comments:

Post a Comment