Bagaikan
punguk yang merindukan bulan, begitulah sekiranya perumpamaan yang bisa saya
gambarkan ketika memiliki berbagai angan-angan namun untuk mulai melangkah
terasa berat kaki melangkah. Entah kegemaran saya sejak masih berada di bangku sekolah
dasar yang memaksa saya untuk selalu membaca majalah Bobo, majalah anak-anak
yang memuat berbagai gambar kartun di dalamnya. Beranjak ke bangku sekolah
menengah pertama saya mulai beralih membaca novel roman picisan anak sekolahan
yang penuh dengan tema cinta-cintaan. Berharap bisa memiliki selemari buku
novel namun tidaklah demikian, uang saku saya tidak mampu membeli buku novel
pada masa itu meskipun hanya satu buah saja. Alhasil adalah saya selalu
menyisihkan uang saku untuk menyewa novel diperpustakaan sekolah maupun
persewaan novel di luar sekolah. Meskipun demikian, kecintaan saya untuk
membaca tidak pernah berkurang, malah semakin bertambah seiring banyaknya novel
yang saya baca.
Pernah
suatu ketika saya merasa ingin bercerita, anak perempuan berusia 13 tahun yang
mulai berimajinasi tentang sebuah cerita. Itu sekitar 11 tahun yang lalu, saya
tidak memiliki komputer ataupun laptop seperti sekarang. Dan saya menuangkan
cerita saya itu dalam tarian pena pada halaman terakhir buku pelajaran saya. Entahlah
saya hanya merasa ingin bisa merangkai kata demi kata layaknya penulis dalam
novel-novel yang sering saya baca. Perpaduan bahasa yang indah dan sarat makna
membuat saya terobsesi untuk bisa seperti mereka.
Beranjak
menuju bangku sekolah menengah atas, obsesi tersebut seakan terkalahkan oleh lelahnya
jadwal les di sekolah. Saya tidak pernah lupa impian untuk menulis namun saya
hanya merasa terbatasi oleh waktu. Mungkin karena saya tidak terlalu pandai
dalam memanfaatkan waktu. Tetapi satu hal yang tidak pernah berubah, kecintaan
saya untuk membaca novel masih menggebu di dada. Novel yang saya baca telah
berpindah dalam dunia percintaan anak remaja.
Hingga
saya memasuki bangku perkuliahan, untuk pertama kalinya saya merasa bahagia
karena apa yang saya butuhkan untuk sebuah mimpi itu telah ada di hadapan saya.
Saya memiliki sebuah komputer dan tepat dihari pertama komputer itu menghiasi
kamar saya, tepat dihari itu pula saya mulai menarikan jari-jari saya, mencoba
menuangkan semua ide yang selama bertahun-tahun hanya memenuhi isi kepala saya.
Namun
kembali lagi saya merasa impian itu semakin jauh, saya terlalu disibukkan
dengan tugas kuliah hingga skripsi yang menguras energi serta tenaga. Saya
berhenti menulis sejenak dengan harapan suatu hari nanti pasti akan ada waktu
yang lebih panjang yang bisa saya miliki untuk sekedar duduk didepan layar komputer,
untuk sekedar menarikan jari-jari saya merangkai kalimat demi kalimat.
Hal
yang serupa masih sama terjadi ketika saya benar-benar memiliki begitu banyak waktu
untuk menuangkan ide-ide dalam kepala saya. Saya ingin menerbitkan sebuah buku,
sebuah cerita yang mampu menginspirasi, sebuah kisah nyata yang sarat makna
dengan harapan memiliki kesempatan untuk diangkat ke layar lebar.
Mungkin
saya memang orang yang beruntung, doa saya didengar dengan cepat. Entah lewat
jalan yang bernama kebetulan atau memang takdir, saya memasuki forum menulis di
media jejaring sosial bernama PNBB dengan cara yang misterius, saya berani
mengirim pesan kepada pendirinya yaitu pak Heri Cahyo untuk segera
mengkonfirmasi permintaan saya menjadi anggota. Sebagai anggota baru pastilah
masih penuh dengan berbagai tanda tanya besar hingga sempat pula saya
meninggalkan grup itu untuk sementara. Sampai suatu ketika seorang anggota grup
itu telah membuat saya merasa iri, kami berteman hanya lewat media jejaring
sosial dan pesan singkat di handphone namun terasa kami sudah sangat lama
saling mengenal. Dia adalah Vina N Istigfarini, dia telah berhasil menerbitkan
buku lewat grup tersebut. Dan saya kembali teringat mimpi saya terdahulu dan
berlari secepat yang saya mampu untuk memulainya.
Saya
ingin mimpi konyol yang kebanyakan orang hanya akan mencibir itu menjadi sebuah
kenyataan. Saya hanya akan menulis untuk sebuah cita-cita yang sempat tertunda
karena saya tidak pernah bergerak kearahnya. Dan kini saya hanya akan mendekat
sedekat yang saya mampu untuk sekedar meraih mimpi gila saya.
Malang,
17 Mei 2012.
No comments:
Post a Comment