Friday, July 27, 2012

Sisi Lain Seekor KUCING

Pusing kepala membuatku berhenti menulis sejenak kemarin, itu karena antrian e-KTP di kecamatan yang serasa menguji kesabaran orang yang tengah berpuasa. Dari pukul setengah sembilan pagi hingga pukul setengah dua siang, melelahkan dan tentu saja menguras tenaga.
Sudah lupakan saja tentang hari kemarin, karena aku memiliki cerita unik untuk hari ini, tentang sesuatu.
Aku menyukainya sejak masih belum mengerti mengapa makhluk indah itu begitu menjadi makhluk kesayangan nabi Muhammad saw. Ayah yang menceritakannya dulu sekali, saat aku masih suka "ngompol", bahwa nabi Muhammad saw rela menggunting sajadahnya demi membiarkan makhluk itu tidur terlelap.
Lalu sering pula makhluk menjadi hal yang amat sangat berdosa jika kita tanpa sengaja telah melukainya bahkan membuatnya menutup mata. Akan mendapatkan kesialan, itu yang sering aku dengar kala itu.
Apakah makhluk itu?
Seekor kucing, aku menyebutnya hewan tercantik karena aku suka saat dia mengeong, menggeliat manja dan mengibaskan ekornya. Sungguh makhluk ini sangat cantik hingga aku seakan jatuh cinta padanya.
Pernah dulu, saat aku masih berada di bangku Sekolah Dasar, aku memiliki seekor. Kini dia telah tiada, aku sangat menyayanginya karena dia begitu patuh padaku. Saat aku sakit, dia dengan diam menungguiku di samping tempat tidurku. Saat aku berangkat ke sekolah, dia akan menunggu kepulanganku di depan rumah, untuk meminta makan. Seandainya milikku itu masih ada, pasti aku sangat bahagia.
Hari ini aku mengingatnya karena aku melihat sebuah pemandangn indah tentang makhluk yang bernama "kucing" itu. Sisi lain membuatku seakan takjub, betapa Allah membuat semua makhluknya dengan indah.



Beberapa malam terganggu dengan suara kucing ditengah malam, ternyata ada seekor kucing yang melahirkan tepat di atas atap kamarku.
Tadi siang, dua anak kucing itu diturunkan ayah karena atap rumah seakan runtuh jika mereka berkejar-kejaran.



Ibu dari kedua anak kucing itu mondar mandir di atap rumah, hanya sedang kebingungan mencari anaknya. Aku pun sama, mondar mandir mambawa kardus yang berisi dua anak kucing untuk menunjukkan pada kucing itu bahwa anaknya ada di bawah, "turunlah pus", itu yang aku teriakan padanya.
Ibu dan kedua anaknya saling bersahutan "meong", entahlah apa yang mereka bicarakan. Andaikan aku bisa bahasa kucing, lucu sekali.



Aku dan ayah tidak tega, hingga akhirnya membawa kardus itu dan meletakkannya di lantai atas. Aku mengintip dari sela-sela tangga rumah. Satu per satu kucing itu membawa anaknya, menuju ke suatu tempat. Pemandangan yang sungguh mengharukan, demi sebuah kelanjutan hidup, sebuah hukum alam. Ada alasan kenapa si ibu harus menyembunyikan anak-anaknya yang terlahir jantan, hanya karena agar tidak dimakan oleh ayahnya.
Jadi dengan berat hati, aku harus rela jika harus terbangun ditengah malam lagi karena bunyi "meong" sang kucing.
Cepat tumbuh dewasa ya anak-anak kucing, biar ibumu tak bingung lagi mencarikan tempat bersembunyi untukmu.


No comments:

Post a Comment