Monday, July 23, 2012

Sepasang Sepatu Cantik



Saat pertama kali mendengar kata “Wisuda” yang berada dalam benak saya hanyalah momen dimana saya telah melepas status mahasiswi menjadi pencari kerja. Entah begitu terobsesinya saya untuk segera menamatkan diri dari perguruan tinggi tempat saya menimba ilmu untuk beberapa tahun hingga hari kelulusanlah yang selalu saya bayangkan. Hari dimana saya menerima ijasah dan berjabat tangan dengan rektor secara langsung. Dan kebahagian tergambang dengan jelas ketika pengumuman hari wisuda telah terpampang dengan jelas di papan pengumuman akademik jurusan. “Good bye UAS, good bye lembur tugas, good bye quiz, good bye UTS jg, good bye dengan semua kepenatan kampus”, itulah yang selalu menari-nari dalam benak saya sembari menunggu hari yang penuh sejarah.
            Ketika persiapan untuk acara wisuda merupakan hal yang penting bagi sebagian wanita, saya mulai terusik. Bukan sebuah masalah jika saya nanti harus mengenakan kebaya lengkap dengan toga yang menandakan saya adalah wisudawati. Namun yang menjadi permasalahan adalah saat saya menengok deretan berjajar rak sepatu, sungguh ironis jika melihatnya karena yang terpampang di sana hanyalah sepatu jenis kets dengan segala atribut seorang pria. Saya terlahir sebagai wanita, benar-benar wanita asli jawa. Hanya saja saya tidak pernah menyadari bahwa menjadi wanita itu penuh dengan hal-hal yang ribet, seperti berdandan dan bersepatu High Heels. Pemandangan wanita bersepatu tersebut bukan hal asing karena saya sering menjumpainya ketika sedang berada di gazebo kampus. Tidak sedikit wanita yang berlalu lalang memakainya, mereka dosen, mahasiswi dan pegawai.
            Permalasahan ini semakin terasa momok dalam tidur malam saya karena saya merasa bingung, akankah saya mengenakan sepatu kets sambil lengkap mengenakan kebaya saat wisuda nanti? Dan saya tidak bisa tidur semalam penuh hanya untuk sekedar menemukan jawabannya.
            Tepat 3 hari menuju hari bersejarah itu, seorang teman mengajak saya hunting sepatu wisuda di sebuah Mall. Pada mulanya tentu saya sedikit malas, saya tidak terlalu menyukai kegiatan shopping namun entah mengapa saya menerima ajakan seorang teman tersebut untuk berbaur dengan ratusan orang yang mungkin sedang mencari sepatu juga, saya tidak terlalu memperhatikan.
            Sembari membuntut tepat di belakang teman yang sedang memilih model serta warna yang cocok untuk kebaya wisudanya, saya mengambil sepasang sepatu berwarna keemasan dengan ketinggian sekitar 5 cm. “Bagaimana jika saya memakainya? Mungkin langsung terjatuh saat berjalan, memalukan sekali!” Batin saya dalam hati. Namun teman saya memperhatikan saya yang tengah menatap sepasang sepatu cantik tersebut dan seakan mengetahui isi hati saya dia berkata, “Nanti kalau jalan pelan-pelan saja, kalau baru pertama kali memakainya pasti memang susah tapi kalau sudah terbiasa pasti ketagihan”. Ungkapan itu semacam sebuah pertanda yang mengisyaratkan bahwa saya harus membelinya dan memakainya dihari bersejarah itu.


            Dan tanpa saya sadari, sepasang sepatu berhak tinggi itu telah menjadi penghuni kamar saya yang baru. Saya sengaja tidak meletakkannya langsung pada rak sepatu yang berisi sepatu kets semasa saya kuliah karena sepatu itu terlalu cantik. Saya hanya bisa memandang dengan perasaan yang beranekaragam antara senang dan khawatir. Saya merasa senang karena untuk pertama kalinya saya memiliki sepasang sepatu cantik yang membuat saya tidak bosan memandangnya hingga terasa sayang untuk memakainya. Namun juga sedikit khawatir jika membayangkan bagaimana saya berjalan saat wisuda nanti? Apakah saya tidak akan terjatuh? Dan pertanyaan itu seakan terhalang oleh kekaguman akan kecantikannya yang memukai, dengan tali yang begitu manis. Sepatu itu terlihat sederhana namun menawan, tidak ada keramaian seperti bunga-bunga layaknya sepatu seorang putri, hanya tali yang tipis yang akan menutup mata kaki dan sebagian jari kaki.
            Begitu hari yang dinantikan telah tiba, dengan penuh semangat saya bangun pagi-pagi sekali, menyiapkan segala sesuatu yang harus saya kenakan dalam acara sakral itu. Saya begitu bersemangat mengenakan kebaya, begitu merasa bangga mengenakan toga dan merasa cantik saat mengenakan sepasang sepatu itu. Hingga tanpa saya sadari kekhawatiran tentang bagaimana jika saya jatuh saat mengenakan sepatu itu telah tergantikan dengan rasa bahagia. Saya mampu berjalan tanpa harus terjatuh meskipun dengan sangat pelan.
            Hari itu seakan berakhir dengan bahagia, tentang betapa usaha selama menempuh kuliah hingga mampu meraih gelar sarjana, semua terbayar mahal tepat dihari wisuda itu. Saat sampai di rumah, saat saya harus melepaskan sepatu cantik itu ada sebuah perasaan haru yang membuat saya menyesal telah membelinya. Bukan karena saya tidak menyukainya lagi setelah hari itu namun karena saya merasa sangat kasihan pada sepatu itu, mungkin saya tidak bisa mengenakannya kembali. Saya hanya merasa bingung harus memakainya kemana? Pada acara pernikahan? Ataukah pada acara-acara resmi? Saya hanya mampu menyimpannya dalam kardus dan menjajarkan dengan sepatu kets saya yang lain.
Setiap kali melewati rak sepatu, saya selalu berhenti dan membuka kardus putih yang mulai berdebu namun isi kardus itu masih sama, masih ada sepasang sepatu cantik yang setahun lalu menemani saya melenggang untuk menerima ijasah sekaligus bersalaman dengan rektor. Saya rasa saya akan memakainya kembali nanti pada saat saya mengenakan kebaya, mungkin pada saat saya menikah. Dan saya hanya akan selalu mengingat bahwa sepatu itu adalah sepatu pertama saya yang tercantik yang pernah saya miliki sepanjang usia saya.

No comments:

Post a Comment